Mehndi Henna adalah sejenis pacar yang diracik dari daun tanaman yang
disebut Henna atau Lawsonia Inermis. Kata Henna berasal dari bahasa Arab
(الحناء) untuk tanaman Lawsonia Inermis yang diucapkan sebagai
Hinna.Diantara syarat wudlu atau mandi ialah tidak adanya penghalang
bagi sampainya air kepada anggota badan yang dibasuh. Benda-benda yang dapat
menghalangi air ini tentunya benda yang bersifat padat (‘ain).
Gambarannya ialah benda-benda yang menempel di anggota badan yang ketika
dikerok misalnya akan mengelupas, seperti kotoran di bawah kuku, cat,
minyak yang mengendap, tinta dan lain sebagainya.
Dalam kitab
Nihayatuz Zain; 17 disebutkan: (و) رَابِعهَا أَن لَا يكون على الْعُضْو
(حَائِل) يمْنَع وُصُول المَاء إِلَى جَمِيع أَجزَاء الْعُضْو الَّذِي يجب
تعميمه (كنورة) ودهن لَهُ جرم يمْنَع وُصُول المَاء للبشرة ووسخ تَحت أظفار
“Syarat wudlu yang ke empat ialah tidak adanya penghalang di atas
anggota wudlu yang dapat menghalangi sampainya air ke seluruh bagian
yang diwajibkan untuk diratakan dengan air, seperti kapur, minyak yang
berbentuk (padat/mengendap) yang menghalangi sampainya air kepada kulit,
dan kotoran di bawah kuku.
Dalam kitab I’anatut Tholibin I/46
disebutkan: (قوله: وأثر حبر وحناء) أي وبخلاف أثر حبر وحناء فإنه لا يضر.
والمراد بالأثر مجرد اللون بحيث لا يتحصل بالحت مثلا منه شئ. Berbeda
dengan bekas (atsar) tinta dan pacar (hinna’), maka ia tidak berbahanya.
Yang dimaksud atsar ialah hanya warna, sekira ketika dikerok tidak
muncul apa-apa. Jika dalam wudlu dan mandi Mehndi Henna ini bukan
termasuk penghalang, maka wudlu atau mandinya sah dan shalat juga sah.
Wallahu A’lam.
Menjadi kesunnahan/anjuran bagi perempuan memakai
henna adalah yang bertujuan berhias untuk suami atau berhias untuk
sesama perempuan/muhrim... bagi perempuan untuk tujuan yang lain tidak
dihukumi sunnah , bahkan makruh atau bisa jadi haram, tentu semua
kembali pd niat dan tujuan .
#*Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin rahimahullah berkata : “Tidak apa-apa berhias dengan memakai
inai, terlebih lagi bila si wanita telah bersuami dimana ia berhias
untuk suaminya. Adapun wanita yang masih gadis, maka hal ini mubah
(dibolehkan) baginya, namun jangan menampakkannya kepada lelaki yang
bukan mahramnya karena hal itu termasuk perhiasan.
#*Al-Lajnah
Ad-Daimah lil Ifta' ditanya: Diriwayatkan dari Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam yang maksudnya: Tidak sah wudhunya seseorang bila pada
jari-jarinya terdapat adonan (sesuatu yang dicampur air) atau tanah.
Kendati demikian saya banyak melihat kaum wanita yang menggunakan inai
(pacar) pada tangan atau kaki mereka, padahal inai yang mereka
pergunakan itu adalah sesuatu yang dicampur dengan air dalam proses
pembuatannya, kemudian para wanita itu pun melakukan shalat dengan
menggunakan inai tersebut, apakah hal itu dibolehkan? Perlu diketahui
bahwa para wanita itu mengatakan bahwa inai ini adalah suci, jika ada
seseorang yang melarang mereka. "Berdasarkan yang telah kami ketahui
bahwa tidak ada hadits yang bunyinya seperti demikian. Sedangkan inai
(pacar) maka keberadaan warnanya pada kaki dan tangan tidak memberi
pengaruh pada wudhu, karena warna inai tersebut tidak mengandung
ketebalan/lapisan, lain halnya dengan adonan, kutek dan tanah yang
memiliki ketebalan dapat menghalangi mengalirnya air pada kulit, maka
wudhu seseorang tidak sah dengan adanya ketebalan tersebut karena air
tidak dapat menyentuh kulit. Namun, jika inai itu mengandung suatu zat
yang menghalang air untuk sampai pada kulit, maka inai tersebut harus
dihilangkan sebagaimana adonan."